Selasa, 20 Januari 2009

KESETARAAN MODEL PEMBELAJARAN ANTARA MODEL PEMBELAJARAN STAD DAN TGT

PENDAHULUAN

Tujuan Pendidikan nasional adalah menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No. 19 tahun 2005). Salah satu perwujudannya melalui pendidikan yang bermutu pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan kontribusi positif tercapainya masyarakat yang cerdas dan bermartabat melalui sikap kritis dan berpikir logis.

Masalah klasik dalam pembelajaran matematika di Indonesia adalah rendahnya prestasi serta kurangnya motivasi dan keinginan terhadap pembelajaran matematika di sekolah. Matematika yang diajarkan di sekolah hendaknya bersinergi dengan (1) hakekat kependidikan yang berfungsi untuk mengembangkan daya nalar serta pembinaan kepribadian peserta didik; (2) adanya kebutuhan nyata berupa tuntutan perkembangan riil yang berorientasi pada pengetahuan seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Disamping itu, dalam kegiatan pembelajaran matematika, penyampaian guru cenderung monoton, kurang kreatif, sehingga hal yang dirasakan peserta didik diantaranya matematika sulit, tidak mampu menjawab, takut disuruh guru di depan kelas dan pasif. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif.

Oleh karena itu pemilihan strategi, pendekatan, metode, teknik dan model pembelajaran yang menarik dan tepat dapat membantu guru dan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru sangat mempengaruhi terhadap ketercapaian suatu kompetensi. Model pembelajaran memiliki beberapa ciri antara lain, (1) rasional, teoritik dan logis yang disusun oleh penciptanya; (2) mengandung tujuan pembelajaran yang akan dicapai; (3) memuat tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil dan (4) memuat lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan oleh guru adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dengan berbagai macam metode pembelajaran dimana peserta didik bekerja dalam kelompok – kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, peserta didik diharapkan dapat saling membantu, mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai dan menutup adanya kesenjangan dalam pemahaman masing – masing. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan pencapaian prestasi peserta didik dan akibat – akibat lain yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas dan meningkatkan kepercayaan diri. Disamping itu, dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik untuk belajar berpikir, menyelesaikan masalah, mengintegrasikan dan mengaplikasikan kemampuan serta pengetahuan peserta didik. Pembelajaran kooperatif dapat juga mengembangkan hubungan antar peserta didik dari latar belakang etnis, akademis, keluarga, sosial – ekonomi yang berbeda – beda sehingga tercipta suatu interaksi yang saling menghargai dan dihargai.

Model Pembelajaran STAD ( Student – Team – Achievement – Division )

Model pembelajaran STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual dan rekognisi tim. Presentasi kelas dalam model pembelajaran STAD dapat dilaksanakan dimana materi diperkenalkan melalui pembelajaran langsung atau diskusi dengan presentasi audiovisual. Dalam hal ini, peserta didik harus benar – benar memberi perhatian penuh selama kegiatan presentasi berlangsung. Tim dalam model pembelajaran STAD adalah kelompok – kelompok peserta didik yang terdiri dari 4 – 5 orang yang mewakili kinerja akademik, jenis kelamin, etnis dan sebagainya. Fungsi tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar – benar belajar dan mempersiapkan setiap anggotanya untuk dapat mengerjakan kuis dengan baik. Kuis dalam model pembelajaran STAD dapat dilaksanakan setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi. Kuis dilaksanakan secara individual dan peserta didik tidak boleh saling membantu dalam mengerjakannya. Dalam mengerjakan kuis, setiap peserta didik bertanggung jawab secara individu untuk memahami materinya. Skor kemajuan individual merupakan gagasan untuk memberikan kesempatan peserta didik bekerja lebih giat dan memberikan kontribusi maksimal terhadap kinerja tim. Setiap peserta didik memiliki skor “awal” yang diperoleh dari rata – rata kinerja peserta didik sebelum mengerjakan kuis. Selanjutnya peserta didik akan mengumpulkan skor untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis dibandingkan dengan skor awal mereka. Rekognisi tim merupakan penghargaan terhadap kinerja tim. Tim akan memperoleh penghargaan apabila skor rata – rata mencapai criteria tertentu yang telah disepakati bersama.

Berdasarkan uraian diatas, langkah – langkah model pembelajaran STAD yang dapat dilakukan meliputi ;

1. Peserta didik membentuk kelompok – kelompok kecil yang beranggota 4 – 5 orang secara heterogen menurut prestasi, jenis kelamin, etnis dan sebagainya.

2. Guru menyajikan pembelajaran dengan terlebih dahulu memilih materi pokok yang akan dipelajari

3. Guru membagi tugas kelompok untuk dikerjakan oleh anggota – anggota kelompok. Anggota kelompok yang telah paham, menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota kelompok mengerti.

4. Guru memberikan kuis atau pertanyaan dan saat menjawab kuis, tidak boleh saling membantu

5. Memberi evaluasi

6. Penutup.


Model Pembelajaran TGT ( Team – Game – Tournament )

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas seluruh peserta didik tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peserta didik sebagai tutor sebaya, mengandung unsure permainan dan reinforcement. Aktifitas belajar dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Ada lima komponen dalam model pembelajaran TGT, yaitu :

1. Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran, guru menyajikan materi dalam penyajian kelas yang dilakukan melalui pembelajaran langsung atau diskusi kelas. Pada saat ini, peserta didik harus benar – benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan, karena akan membantu peserta didik berkerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2. Kelompok ( Team )

Kelompok biasanya terdiri dari 4 – 5 orang yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, ras atau etnis. Fungsi kelompok adalah untuk mendalami materi bersama teman sekelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar berkerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3. Game

Game terdiri dari pertanyaan – pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game dirancang dengan membuat pertanyaan – pertanyaan bernomor. Peserta didik memilih kartu bernomor dan menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor tersebut. Peserta didik yang menjawab benar pertanyaan akan memperoleh skor. Skor ini akan dikumpulkan untuk turnamen mingguan.

4. Turnamen

Biasanya turnamen dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir setiap materi pokok setelah guru melakukan prsentasin kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama, guru membagi peserta didik ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga peserta didik dengan prestasi tertinggi dikelompokkan dalam meja 1, tiga peserta didik selanjutnya pada meja 2 dan seterusnya. Setelah beberapa kali turnamen, peserta didik dapat digeser sesuai dengan tingkat pencapaian skor yang diperolehnya.

5. Penghargaan Kelompok

Guru mengumumkan pemenang pada turnamen, dimana setiap kelompok memperoleh penghargaan apabila memperoleh criteria tertentu. Pengelompokan dapat dilakukan dengan pemberian penghargaan sebagai “ Super Team “ jika rata – rata skor 45 atau lebih, “ Great Team “ jika rata – rata skor 40 – 45 dan “ Good Team “ jika rata – rata skor 30 – 40.

Kesetaraan Antara Model Pembelajaran STAD dan TGT

Berdasarkan uraian tentang model pembelajaran STAD dan TGT diatas, model pembelajaran STAD setara dengan model pembelajaran TGT. Hal – hal yang menunjukkan adanya kesetaraan model pembelajaran STAD dengan TGT antara lain sebagai berikut :

1. Memberikan motivasi peserta didik untuk meningkatkan kemampuannya. Hal ini diwujudkan adanya skor kemajuan individual.

2. Pengelompokan peserta didik dalam kegiatan pembelajarannya dilaksanakan secara heterogen, tanpa memandang adanya perbedaan prestasi akademis, jenis kelamin, etnis dan sebagainya.

3. Kegiatan dilaksanakan untuk meningkatkan aktifitas peserta didik dalam pembelajaran.

4. Terdapat kerjasama dalam kelompok untuk memastikan kesiapan masing – masing anggota kelompok dalam kegiatan selanjutnya

5. Terdapat tanggung jawab individual yaitu pada saat kuis pada STAD dan saat game pada TGT

6. Terdapat kompetisi yang sehat dan tujuan kelompok yang akan dicapai

7. Memberi kesempatan sukses yang sama untuk semua peserta didik, karena setiap peserta didik akan saling membantu kesiapan anggota kelompoknya untuk berkompetisi sehingga masing – masing anggota memperoleh hasil yang baik.

Kamis, 08 Januari 2009

PENDIDIKAN SEBAGAI PEMERDEKAAN DAN PENCERAHAN MANUSIA

Hak memperoleh pendidikan adalah hak asasi manusia yang harus senantiasa dijamin keberadaaannya, oleh karena itu pendidikan harus menjadi miliki semua orang. Pada dasarnya pendidikan merupakan segala upaya untuk menggali potensi otentik kemanusiaan. Penggalian potensi otentik kemanusiaan itu harus bersamaan dengan upaya pembebasan manusia dari berbagai belenggu yang menimpa diri manusia itu sendiri. Belenggu tersebut bisa berwujud sebagai belenggu social, belenggu ekonomi, belenggu ilmu pengetahuan baik yang bersifat fiisik maupun non fisik.

Manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang dapat dididik dan juga dapat mendidik, oleh karena itu pendidikan dapat dilakukan semua orang, kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Proses pendidikan dapat berlangsung pada proses komunikasi yang dilakukan antar manusia secara sadar dan penuh tanggung jawab. Namun dalam praktiknya, system pendidikan yang diselenggarakan ternyata mengalami modifikasi yang semakin mengungkung orang yang dididiknya, hasilnya justru membuat orang tidak berani untuk berfikir lain diluar kerangka besar yang disetting oleh penguasa, orang digiring untuk meyakini bahwa berfikir dan bertindak diluar wacana besar adalah berbahaya dan melanggar hukum. Pendidikan dijadikan sebagai proses penjinakan, keluaran yang dihasilkan dari system pendidikan semacam ini adalah manusia yang berpikir dan berkemauan seragam dalam segala hal. Bahkan dalam system pendidikan konvensional pendidikan telah menjadi alat penindasan dari kekuasaan untuk membiarkan rakyat dalam keterbelakangan dan ketidaksadaran bahwa mereka telah menderita dan tertindas. Pendidikan berlangsung dalam bentuk pendidikan gaya bank, dimana peserta didik hanya menerima dan guru memberi, hal ini bertentangan dengan pola hubungan antara guru dan peserta didik. Pendidikan gaya seperti ini mengakibatkan terjadinya kebekuan berpikir dan tidak munculnya kesadaran kritis, peserta didik hanya mencatat, menghafal dan mengulangi ungkapan – ungkapan yang disampaikan gurunya. Hal inilah yang dikatakan oleh Freire sebagai kebudayaan bisu (the culture of silence).

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka pendidikan hendaknya berorientasi pada kesadaran kritis yang dilakukan untuk membebaskan manusia dari belenggu dan penindasan kekuasaan. Pendidikan mampu membawa masyarakat dari kondisi masyarakat mengerucut (submerged society) menuju masyarakat terbuka (open society). Pendidikan haruslah beroirentasi pada pengenalan terhadap realitas dunia dan manusia itu sendiri, seorang manusia yang tidak mengenal realitas dunia dan dirinya sendiri, melalui pendidikan maka terjadilah proses pemerdekaan, pembebasan dan merupakan kekuatan penggugah (subversive force) untuk melakukan perubahan dan pembaharuan. Maka melalui pendidikan diharapkan output berwujud manusia – manusia yang memiliki kesadaran kritis atas konstalasi social dimana manusia hidup dan mampu melakukan perubahan atas situasi social yang cenderung merugikan. Output pendidikan adalah sosok pembaharu, pengubah, pemimpin, teladan dan kreatif. Untuk mencapai hal tersebut maka pendidikan diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian serta kecakapan hidup dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan memberdayakan kreatifitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

Disamping itu pendidikan adalah upaya memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan) dan aspek batiniah (otonomi berpikir, mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Manusia yang memperoleh pendidikan adalah manusia yang hidupnya merdeka secara lahiriah dan batiniah tanpa tergantung kepada orang lain, tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di atas kemampuannya sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut maka pendidikan perlu diselenggarakan dengan bersifat mengasuh, melindungi dan meneladani sehingga memajukan tumbuhkembangnya budi perkerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh peserta didik. Pendidikan harus memberikan pencerahan umat manusia dalam arti mampu memberikan bekal ilmu pengetahuan, budi perkerti dan ketrampilan yang mampu mendukung kualitas hidup manusia menuju tujuan yang hakiki.